Halaman

Sejarah Ciputra, Bapak Real Estate Indonesia


Ciputra  lahir dengan nama Tjie Tjin Hoan di Parigi, Sulawesi Tengah, ia anak bungsu dari tiga bersaudara. Pada usia 12 tahun, Ciputra menjadi yatim. Oleh tentara pendudukan Jepang, ayahnya, Tjie Siem Poe, dituduh anti-Jepang, ditangkap, dan meninggal dalam penjara itu, ibunyalah yang mengasuhnya penuh kasih. Sejak itu pula Ci harus bangun pagi- pagi untuk mengurus sapi piaraan, sebelum berangkat ke sekolah. Keluarga Ciputra hidup dari hasil ibunya berjualan kue kecil-kecilan
Dengan bekal ketekunan dan kegigihan dalam belajar Ciputra berhasil masuk ke ITB dan memilih Jurusan Arsitektur. Pada tingkat IV, ia, bersama dua temannya, mendirikan usaha konsultan arsitektur bangunan dimana usaha awal ini merupakan tonggak dari kesuksesan Ciputra di masa depan dengan bendera Jaya Group.
Beberapa proyek yang dikelola oleh Ciputra merupakan proyek-proyek yang fenomenal. Siapa yang tidak tahu dengan Taman Impian Jaya Ancol yang merupakan visi Ciputra merubah lahan rawa menjadi suatu pusat rekreasi terbesar di Indonesia. Kawasan elit Pondok Indah juga merupakan ide Ciputra untuk membuat salah satu real estate elite pertama di Indonesia. Bersama para pebisnis raksasa lainnya Ciputra membentuk Metropolitan Group dan membangun suatu kawasan yang tadinya sama sekali tidak dilirik orang yaitu kawasan Serpong. 
Pada tahun 1997 terjadilah krisis ekonomi. Krisis tersebut menimpa tiga group yang dipimpin Ciputra: Jaya Group, Metropolitan Group, dan Ciputra Group. Bisa dibilang hasil jerih payah Ciputra selama ini hampir lenyap semua oleh hantaman krisis ekonomi yang melanda. Hutang yang menumpuk harus dihadapi oleh Ciputra. Periode ini merupakan periode yang sangat menyesakkan bagi Ciputra. Namun dengan prinsip hidup yang kuat Ciputra mampu melewati masa itu dengan baik.
Dengan keteguhan hati dan sifat pantang menyerah disertai ”keberuntungan” seperti adanya kebijakan moneter dari pemerintah, diskon bunga dari beberapa bank sehingga ia mendapat kesempatan untuk merestrukturisasi utang-utangnya. Akhirnya bisnis Ciputra dapat bangkit kembali dan kini Group Ciputra telah mampu melakukan ekspansi usaha di dalam dan ke luar negeri

Ketika mula didirikan, PT Pembangunan Jaya cuma dikelola oleh lima orang. Kantornya menumpang di sebuah kamar kerja Pemda DKI Jakarta Raya. Kini, 20-an tahun kemudian, Pembangunan Jaya Group memiliki sedikitnya 20 anak perusahaan dengan 14.000 karyawan. Namun, Ir. Ciputra, sang pendiri, belum merasa sukses. ‘Kalau sudah merasa berhasil, biasanya kreativitas akan mandek’ kata Dirut PT Pembangunan Jaya itu.
Ciputra memang hampir tidak pernah mandek. Untuk melengkapi 11 unit fasilitas hiburan Taman Impian Jaya Ancol (TIJA), Jakarta. Proyek usaha Jaya Group yang cukup menguntungkan telah dibangun ‘Taman Impian Dunia’. Di dalamnya termasuk ‘Dunia Fantasi’, ‘Dunia Dongeng’, ‘Dunia Sejarah’, ‘Dunia Petualangan’, dan ‘Dunia Harapan’. Sekitar 137 ha areal TIJA yang tersedia, karenanya, dinilai tidak memadai lagi. Sehingga, melalui pengurukan laut (reklamasi) diharapkan dapat memperpanjang garis pantai Ancol dari 3,5 km menjadi 10,5 km.
Masa kanak Ciputra sendiri cukup sengsara. Lahir dengan nama Tjie Tjin Hoan di Parigi, Sulawesi Tengah, ia anak bungsu dari tiga bersaudara. Dari usia enam sampai delapan tahun, Ci diasuh oleh tante-tantenya yang ”bengis”. Ia selalu kebagian pekerjaan yang berat atau menjijikkan, misalnya membersihkan tempat ludah. Tetapi, tiba menikmati es gundul (hancuran es diberi sirop), tante-tantenyalah yang lebih dahulu mengecap rasa manisnya. Belakangan, ia menilainya sebagai hikmah tersembunyi. ‘Justru karena asuhan yang keras itu, jiwa dan pribadi saya seperti digembleng’ kata Ciputra.
Pada usia 12 tahun, Ciputra menjadi yatim. Oleh tentara pendudukan Jepang, ayahnya, Tjie Siem Poe, dituduh anti-Jepang, ditangkap, dan meninggal dalam penjara. ‘Lambaian tangan Ayah masih terbayang di pelupuk mata, dan jerit Ibu tetap terngiang di telinga’ tuturnya sendu. Sejak itu, ibunyalah yang mengasuhnya penuh kasih. Sejak itu pula Ci harus bangun pagi-pagi untuk mengurus sapi piaraan, sebelum berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki sejauh 7 km. Mereka hidup dari penjualan kue ibunya.
Atas jerih payah ibunya, Ciputra berhasil masuk ke ITB dan memilih Jurusan Arsitektur. Pada tingkat IV, ia, bersama dua temannya, mendirikan usaha konsultan arsitektur bangunan berkantor di sebuah garasi. Saat itu, ia sudah menikahi Dian Sumeler, yang dikenalnya ketika masih sekolah SMA di Manado. Setelah Ciputra meraih gelar insinyur, 1960, mereka pindah ke Jakarta, tepatnya di Kebayoran Baru. ‘Kami belum punya rumah. Kami berpindah-pindah dari losmen ke losmen’ tutur Nyonya Dian, ibu empat anak. Tetapi dari sinilah awal sukses Ciputra.
Ciputra telah sukses melampaui semua orde; orde lama, orde baru, maupun orde reformasi. Dia sukses membawa perusahaan daerah maju, membawa perusahaan sesama koleganya maju, dan akhirnya juga membawa perusahaan keluarganya sendiri maju. Dia sukses menjadi contoh kehidupan sebagai seorang manusia. Memang, dia tidak menjadi konglomerat nomor satu atau nomor dua di Indonesia, tapi dia adalah yang TERBAIK di bidangnya: realestate.
Pada usianya yang ke-75, ketika akhirnya dia harus memikirkan pengabdian masyarakat apa yang akan ia kembangkan, dia memilih bidang pendidikan. Kemudian didirikanlah sekolah dan universitas Ciputra. Bukan sekolah biasa. Sekolah ini menitikberatkan pada enterpreneurship. Dengan sekolah kewirausahaan ini Ciputra ingin menyiapkan bangsa Indonesia menjadi bangsa pengusaha.
salam Sukses!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bank BTN KPR Headline News

My Headlines